Setelah kita mengetahui di peringkat manakah nafsu kita, marilah kita berupaya meningkatkannya untuk mencapai hati yang selamat dan sejahtera untuk kembali kepada Allah SWT
PANDANGAN IBN TAYMIYYAH TERHADAP ROH DAN JASAD
Ibn Taymiyyah menyatakan bahawa al-ruh juga digunakan untuk pengertian jiwa (nafs). Ruh yang mengatur badan yang ditinggalkan setelah kematian adalah ruh yang dihembuskan ke dalamnya (badan) dan jiwalah yang meninggalkan badan melalui proses kematian. Ruh yang dicabut pada saat kematian dan saat tidur disebut ruh dan jiwa (nafs). Begitu pula yang diangkat ke langit disebut ruh dan nafs. Ia disebut nafs kerana sifatnya yang mengatur badan, dan disebut ruh kerana sifat lembutnya. Kata ruh sendiri identiti dengan kelembutan, sehingga angin juga disebut ruh.
Ibn Taimiyah menyatakan bahawa ruh dan nafs mengandung berbagai pengertian, iaitu:
Ø Ruh adalah udara yang keluar masuk badan.
Ø Ruh adalah asap yang keluar dari dalam hati dan mengalir di darah.
Ø Jiwa (nafs) adalah sesuatu itu sendiri, sebagaimana firman Allah SWT:
dan apabila orang-orang Yang beriman kepada ayat-ayat keterangan Kami itu datang kepadamu (dengan tujuan hendak bertaubat dari dosa-dosa mereka), maka katakanlah: "Mudah-mudahan kamu beroleh selamat! Tuhan kamu telah menetapkan bagi dirinya untuk memberi rahmat (yang melimpah-limpah): bahawasanya sesiapa di antara kamu Yang melakukan kejahatan Dengan sebab kejahilannya, kemudian ia bertaubat sesudah itu, dan berusaha memperbaiki (amalannya), maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani". (Surah al-‘An’am : 54)Jiwa (nafs) adalah darah yang berada di dalam tubuh haiwan, sebagaimana kata-kata ahli fiqih, "Haiwan yang memiliki darah yang mengalir dan haiwan yang tidak memiliki darah yang mengalir".
Jiwa (nafs) adalah sifat-sifat jiwa yang tercela atau jiwa yang mengikuti keinginannya.Ibn Taimiyah menyatakan bahwa jiwa (nafs/ruh) manusia sesungguhnya berjumlah satu, sementara al-nafs al-ammarah bi al-su', jiwa yang memerintahkan pada keburukan akibat dikalahkan hawa nafsu sehingga melakukan perbuatan maksiat dan dosa, al-nafs al-lawwamah, jiwa yang terkadang melakukan dosa dan terkadang bertaubat, kerana didalamnya terkandung kebaikan dan keburukan; tetapi jika ia melakukan keburukan, ia bertaubat dan kembali ke jalan yang benar. Dan dinamakan lawwamah (pencela) kerana ia mencela orang yang berbuat dosa, tapi ia sendiri ragu-ragu antara perbuatan baik dan buruk, dan al-nafs al-mutmainnah, jiwa yang mencintai dan menginginkan kebaikan dan kebajikan serta membenci kejahatan.
Hawa Nafsu dalam Quran dan Hadits
Diriwayatkan dari Imam Al-Baqir bahwa Rasulullah SAWW bersabda, Allah SWT berfirman: “Demi kemuliaan-Ku, kebesaran-Ku, keagungan-Ku, keperkasaan-Ku, nur-Ku, ketinggian-Ku dan ketinggian tempat-Ku, tak seorang hambapun yang mengutamakan keinginannya (nafsunya) di atas keinginan-Ku, melainkan Aku kacaukan urusannya, Aku kaburkan dunianya dan Aku sibukkan hatinya dengan dunia serta tidak Aku berikan diinia kecuali yang telah kutakar untuknya.
Demi kemulian-Ku, kebesaran-Ku, keagungan-Ku, keperkasaan-Ku, nur-Ku, ketinggian-Ku dan ketinggian tempat-Ku, tak seorang hambapun yang mengutamakan keinginan-Ku di atas keinginan (nafsu) dirinya melainkan Aku suruh malaikat untuk menjaganya, langit dan bumi menjamin rezekinya dan menguntungkan setiap perdagangan yang dilakukannya serta dunia akan datang dan selalu berpihak kepadanya”.[3]Hadis qudsi cliatas amat populer dan terdapat dalam beberapa kitab dari golongan Sunnah dan Syi’ah. Saya juga meriwayatkan hadis tersebut melalui beberapa jalur. Sebagiannya darinya saya anggap sahih. Saya mencoba menelaah hadis yang berharga ini pada tiga bagian:
Pertama, seputar definisi hawa nafsu (al-hawa), bagian-bagian aksidentalnya, metode terapi dan “penjinaan”-nya. Bagian ini dianggap sebagai pengantar kajian hadis tersebut. (Bagian ini kami bagi menjadi tiga bagian menjadi I. Hawa Nafsu clalam Al-Quran dan Hadis, II. Tugas Akal dalam Mengendalikan Hawa Nafsu, III. Telaah Kritis Bala Tentara Akal dan Kejahilan pen.)
Kedua, seputar orang yang mengutamakan hawa nafsunya atas perintah Allah. (Bagian ini kami bagi menjadi tiga bagian, menjadi : IV. Orang yang Mengutamakan Hawa Nafsunya, V. Perbandingan Dunia dan Akhirat, VI. Telaah Anali-tik tentang Dunia dan Akhirat pen.)
Ketiga, seputar orang yang mengutamakan keinginan Allah atas keinginan dirinya. (Bagian ini menjadi bagian ketujuh yaitu VII. Orang yang Mengutamakan Keinginan Allah.
Terminologi Hawa Nafsu dalam Alquran dan Sunnah
Hawa nafsu adalah istilah keislaman yang digunakan dalam Alquran dan Sunnah. la menjadi istilah dengan arti khas budaya keislaman. Sering kita menemukan kata hawa nafsu dalam Alquran dan Sunnah. Antara lain, Allah SWT berfirman:
“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?” (Q.S. Al-Furqon 43.)
Dan firman Allah SWT: “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).”(Q.S. An-Nazia’at 40- 41.)
Amirul Mukminm Ali as dalam Nahjul Balaghahnya berkata: “Sesungguhnya yang paling aku kuatirkan pada kalian adalah dua hal, yaitu taat hawa nafsu dan angan-angan panjang.”
Diriwayatkan melalui Imam Shâdiq bahwa Rasulullah SAWW bersabda: “Waspadalah terhadap hawa uafsu kalian sebagaimana kamu sekalian waspada terhadap musuh. Tiada yang lebih pantang bagi manusia daripada mengikuti hawa, nafsu dan ketergelinciran lidah yang tak bertulang.”[4] Imam Shâdiq as juga berkata: “Janganlah kalian biarkan jiwa bersanding bersama hawa nafsu. Karena, hawa nafsu pasti (meinbawa) kehinaan bagi jiwamu.”[5]
Enam Sumber dalam Jiwa Manusia
Untuk mengenal posisi hawa nafsu dalam jiwa dan perannya dalam kehidupan manusia, saya perlu menegaskan bahwa Allah SWT telah memasang beberapa sumber gerak dan kesadaran manusia. Semua gerak -aktif ataupun reaktif- dan kesadaran manusia bermuara dari sumber-sumber ini. Tercatat ada enam sumber penting, yang terutamanya adalah hawa nafsu, sebagai berikut.1. Fithrah, yang telah dilengkapi Allah dengan kecenderungan. hasrat dan gaya tarik menuju dan mengenal-Nya dan meraih keutamaan-keutamaan akhlak, seperti kesetiaan, ‘iffah (harga diri), belas kasih dan murah hati.
2. ‘Aql, adalah titik pembeda manusia.
3. Irâdah, adalah pusat keputusan dan yang menjamin kebebasan manusia (dalam mengambil keputusan) dan kemerdekaannya.
4. Dhamir, yang berfungsi sebagai mahkamah dalam jiwa. la bertugas mengadili, mengecam dan melakukan penekanan terhadap manusia demi menyeimbangkan prilakunya.
5. Qalb, fuad dan shadr, merupakan jendela lain bagi kesadaran dan pengetahuan, sebagaimana kita pahami melalui ayat-ayat Alquran, yang dapat menerima atau menampung pencerahan Ilahi.
6. Al-hawa, adalah kumpulan berbagai nafsu dan keinginan dalam jiwa manvisia yang menuntut pemenuhan secara intensif. Bila tuntutannya terpenuhi, iadapat memberi manusia kenikmatan tersendiri.
Inilah keenam sumber penting bagi gerak dan kesadaran jiwa manusia yang telah diberikan oleh Allah.
Dalam kesempatan ini, rasanya tidak tepat jika saya membahas sumber-sumber tersebut atau membentuk gambaran dan simpulan ilmiah melalui nash-nash keislaman. Karena, bidang psikologi keislaman ini memerlukan kajian, observasi dan penalaran yang mendalam. Semoga Allah memudahkan bagi mereka yang menelitinya melalui teks-teks keislaman. Bidang ini tergolong subur dan “perawan” (tak tergarap). Kesuburan dan “keperawanan” salah satu dari lahan-lahan budaya keislaman ini mestinya merangsang para ilmuwan dan peneliti untuk menggarapnya.
Tugas saya dalam kajian kali mi, hanya terbatas pada masalah definisi serta peran hawa nafsu dalam kehidupan manusia. Di samping itu. saya akan membahas keistimewaan, dampak, tujuan dan sarana-sarana pengekangannya serta beberapa masalah lain yang berkaitan.
Bersamaan dengan itu, dalam mengkaji hawa nafsu saya akan beberkan hadis-hadis yang berhubungan dengan “sumber-sumber” lain jiwa yang ikut andil dalam pergerakan dan kesadaran manusia. Penggunaan istilah hawa nafsu dalam kebudayaan Islami mangacu pada gabungan beberapa naluri yang bersemayam dalam jiwa, sedangkan manusia sebagai penyandangnya selalu dituntut agar memenuhi hasratnya. Berbagai naluri syahwati itu membentuk bagian terpenting dan berperan luar biasa dalam kepribadian manusia. la adalah faktoi- utama dalam menggerakkan dan mengatur diri manusia. Bahkan sebagai kunci yang paling efektif untuk mengatur aksi dan reaksinya.
Tanbihun – Sesungguhnya bagi manusia di dunia ini hanya ada dua jalan; Jalan Kebenaran dan Jalan Hawa Nafsu. Jalan kebenaran adalah petunjuk yang diturunkan oleh Allah SWT, Sedang hawa nafsu merupakan jalan yang diprakarsai oleh setan sebagai musuh manusia guna menimbun bahan bakar api neraka pada hari kiamat nanti, melawan hawa nafsu berarti mengikuti jalan Allah dengan penuh kesabaran[1], sebagaimana Allah SWT berfirman[2]: يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا قُوْا اَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَاْلحِجَارَةُ
عَلَيْهَا مَلَئِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادٌ لاَّ يَعْصُوْنَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
“ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.
Hawa nafsu berarti kecenderungan manusia kepada perkara yang di sukai oleh jiwanya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyebutkan bahwa para salaf menggelari sebagian orang yang menisbatkan diri kepada ilmu atau ibadah sebagai pengikut hawa nafsu, karena mereka menyelisihi petunjuk Allah SWT, yaitu ilmu agama yang diwahyukan kepada para khalifah-Nya, seperti yang telah difirmankan kepada Nabi Dawud AS[3]:
يَادَاوُ دُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيْفَةً قِى الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلاَ تَتَّبِعِ الْهَوَى
فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيْلِ اللهِ , إِنَّ الَّذِيْنَ يَضِلُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِ اللهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيْدٌ بِّمَا نَسُوْا يَوْمَ الْحِسَابِ .
“Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan”.
Secara bahasa Itba’ al-Hawa berarti mengikut hawa nafsu, sedang secara istilah yaitu orang yang lebih mengikuti jeleknya hati yang telah diharamkan oleh hukum syariat, itulah orang yang selalu mengikut hawa nafsu.[4] Dari definisi diatas dapat kita fahami bahwa itba’ al-hawa berarti mengikuti hawa nafsu untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang hukum syara’, berbuat hal-hal yang dilarang agama. Dengan demikian, itba’ al-hawamerupakan pangkal perbuatan maksiat, sumber malapetaka dan kemungkaran. Orang yang bersikap demikian akan tersesat dari jalan Allah dan dikenai siksa di akhirat kelak. Oleh karena itu, hawa nafsu harus dikekang dan dikendalikan agar manusia dapat meninggalkan perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah SWT.[5] Hawa nafsu menjalar pada diri seseorang laksana sebuah penyakit yang sangat ganas, bahkan lebih berbahaya dari virus (rabies)nya seekor anjing. Hawa nafsu lebih berbahaya karena tidak disadari oleh pengidapnya, tetapi ia lebih mematikan. Jika rabies dapat membinasakan jasad manusia(jasmani), maka hawa nafsu bisa menghancurkan jiwanya (rohani). Sehingga hatinya pun mati dan gelap gulita, dan pada akhirnya dia tidak lagi mampu menerima petunjuk dari Allah SWT.
Dalam menghadapi hawa nafsu sangat dibutuhkan kesabaran. Seorang yang ingin bertahan di atas jalan Allah harus memiliki nyali yang besar untuk melawan hawa nafsu. Allah menegaskan di dalam Al-Qur’an[6]: وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ رَبََّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيْدُوْنَ وَجْهَهُ
وَلاَ تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيْدُ زِيْنَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
وَلاَ تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطاً.
“ Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas”.
Amirul Mukminin Ali Karramallahu Wajhahu dalam Nahjul Balaghahnya berkata: “Sesungguhnya yang paling aku kuatirkan pada kalian adalah dua hal, yaitu taat pada hawa nafsu dan mempunyai angan-angan yang panjang.” Diriwayatkan melalui Imam Shadiq bahwa Rasulullah saw bersabda: “Waspadalah terhadap hawa nafsu kalian sebagaimana kamu sekalian waspada terhadap musuh. Tiada yang lebih pantang bagi manusia daripada mengikuti hawa nafsu dan ketergelinciran lidah yang tak bertulang.”
Dalam ayat lain Allah berfirman[7]:
قُلْ يَاأَهْلَ الْكِتَابِ لاَ تَغْلُوْا فِىْ دِيْنِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ
وَلاَ تَتَّبِعُوْا أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوْا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوْا كَثِيْرًا وَّضَلُّوْا عَنْ سَوَاءَ السَّبِيْلِ
“Katakanlah: “Hai ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus”. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT juga telah menegaskan bahwa hawa nafsu merupakan bahaya laten bagi orang-orang yang berilmu, karena mereka bisa saja menjadi sesat walaupun berilmu. Sebabnya tak lain adalah karena mengikuti hawa nafsu. Sehingga ilmu yang turun dari Allah tak mampu membuatnya teguh di atas jalan Allah, seperti dalam Surah Al-Jatsiyah ayat 23 Allah berfirman:
أَفَرَءَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللهُ عَلَى عِلْمٍ وَّخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ
وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَوَةً فَمَنْ يَهْدِيْهِ مِنْ بَعْدِ اللهِ أَفَلاَ تَذَكَّرُوْنَ .
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya[8], dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”. Rasulullah SAW telah menyebutkan dalam hadits bahwa termasuk yang dikhawatirkan atas umatnya adalah hawa nafsu yang bisa menyesatkan. Hawa nafsu itu bisa berupa pemahaman atau syahwat.
Sebagaimana dalam surah al-Qasash ayat 50 Allah juga berfirman:
فَإِنْ لَّمْ يَسْتَجِيْبُوْا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُوْنَ أَهْوَاءَ هُمْ ,
وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللهِ , إِنَّ اللهَ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظَّالِمِيْنَ.
“Maka jika mereka tidak Menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”.
IMAM AL-GHAZALI MEMBAGI NAFSU KEPADA EMPAT BAGIAN, YAITU:
1. KESERAKAHAN NAFSU TERHADAP HARTA BENDA.
Seseorang yang telah mendapat anugerah Allah maka kewajiban baginya untuk selalu mensyukuri segala nikmat-Nya. Jika engkau menjadi orang kaya, maka syukurilah. Jika dirimu berkedudukan, manfaatkanlah kekuasaan dan kedudukanmu untuk memakmurkan rakyat, bukan memanfaatkan kuasa untuk mengumpul harta benda sampai tidak habis dimakan tujuh keturunan.
2. NAFSU AMARAH AKAN MEMBAKAR DAN MEMBUTAKAN HATI.
Cara terbaik untuk bisa mengendalikan nafsu amarah yang ada dalam diri sendiri dengan berusaha selalu bersabar dalam menghadapi kemarahan dan kezaliman orang lain, bersikap lapang dada, suka memaafkan dan bermurah hati. Sesungguhnya akhlak yang terpuji adalah bagi mereka yang mampu memaafkan kesalahan (kezaliman) orang lain terhadap diri kita.
Sebagaimana pesan rasul SAW: Ingat 2 perkara dan lupakan 2 perkara, yaitu:
Ingat kebaikan orang lain pada kita, dan ingat kezaliman kita pada orang lain, serta lupakan kebaikan kita pada orang, dan lupakan kezaliman orang lain pada kita, insya allah kita menjadi pribadi muslim yang sejati.
3. KESENANGAN DUNIAWI MENDORONG NAFSU.
Kesenangan duniawi merupakan racun pembunuh yang mengalir dalam urat. Manusia selalu diingatkan agar tidak terjerumus akan kesenangan duniawi, karena hal itu akan mendorong nafsu menjadi liar. Orang berlumba mengejar kuasa, tanpa memeperdulikan kaedah yang di ajarkan agama, apalagi norma-norma pekerjaan yang sebenarnya, yang terpenting ia dapat memperoleh kekuasaan walau dengan cara apapun.
4. NAFSU SYAHWAT.
Imam Al-Gazhali mengingatkan bahwa syaitan menggoda manusia di dunia ini melalui berbagai cara. Dan yang paling berbahaya ialah harta, wanita dan takhta (kekuasaan). Setan telah memasang perangkap godaannya, tidak sedikit manusia yang hancur dan rusak kehidupannya karena mencari kesenangan dunia semata.
Dalam ajaran Islam, nafsu itu bukan untuk dibunuh, melainkan untuk dijaga dan di kawal. Tetapi Rasulullah SAW sangat menekankan tentang adanya jihad yang batin, maknawi atau jihad melawan hawa nafsu. Ketika balik dari satu peperangan yang dahsyat melawan kaum musyrikin, Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud :
Kita baru kembali dari satu peperangan yang kecil untuk memasuki peperangan yang lebih besar. Sahabat terkejut dan bertanya, “Peperangan apakah itu wahai Rasulullah ? ” Baginda berkata, “Peperangan melawan hawa nafsu.” (Riwayat Al Baihaqi).
Rasulullah mengajak kita untuk meninggalkan satu peperangan, satu perjuangan atau satu jihad yang kecil untuk dilatih melakukan satu perjuangan atau jihad yang besar yaitu jihad melawan hawa nafsu. Orang yang berperang melawan nafsu ini nampak seperti duduk-duduk saja, tidak seperti orang lain mungkin bisa dengan bebas berekspresi, akan tetapi sebenarnya sedang membuat kerja yang besar iaitu berjihad melawan hawa nafsu.
Melawan hawa nafsu atau mujahadah al- nafs sangat susah. Mungkin kalau nafsu itu ada di luar jasad maka bisa kita pegang, mudah kita akan menekan dan membunuhnya sampai mati. Tetapi nafsu kita itu terletak ada dalam diri kita, mengalir bersama aliran darah dan menguasai seluruh tubuh kita. Karena itu tanpa kesedaran dan kemauan yang sungguh-sungguh kita pasti dikalahkan untuk diperalat sesukanya. Nafsu jahat dapat dikenal melalui sifat keji dan kotor yang ada pada manusia. Dalam ilmu tasawuf, nafsu jahat dan liar sering disebut dengan istilah sifat madzmumah. Di antara sifat-sifat mazmumah itu seperti cinta dunia, tamak, sum’ah, riya’, ujub, gila pangkat dan harta, hasud, iri hati, dendam, sombong dan lain-lain. Sifat-sifat itu melekat pada hati seperti daki melekat pada badan. Kalau kita malas menggosok sifat itu akan semakin kuat dan menebal pada hati kita. Sebaliknya kalau kita rajin meneliti dan kuat menggosoknya maka hati akan bersih dan jiwa akan suci. Nafsu itulah yang lebih jahat dari syaitan. Syaitan tidak dapat mempengaruhi seseorang kalau tidak meniti di atas nafsu. Dengan kata lain, nafsu adalah highway(jalan tol) atau jalan bebas hambatan untuk syaitan. Kalau nafsu dibiarkan akan membesar, maka semakin luaslah highway syaitan. Kalaulah nafsu dapat diperangi, maka tertutuplah jalan syaitan dan tidak dapat mempengaruhi jiwa kita. Sedangkan nafsu ini sebagaimana yang digambarkan oleh Allah sangat jahat[9]. إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوْءِ إِلاَّ مَا رَحِمَ رَبِّىْ
“……., Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, …….”.
Dan ini dikuatkan dengan sabda baginda Nabi SAW: “Musuh yang paling memusuhi kamu adalah nafsu yang ada di antara dua lambungmu “. Nafsu inilah yang menjadi penghalang utama dan pertama, kemudian barulah syaitan dan golongan-golongan yang lain. Memerangi hawa nafsu lebih hebat daripada memerangi Yahudi dan Nasrani atau orang kafir. Sebab berperang dengan orang kafir cuma sekali-sekali. Nafsulah penghalang yang paling jahat. Mengapa? Kalaulah musuh dalam selimut, itu mudah dan dapat kita hadapi. Tetapi nafsu adalah sebahagian dari badan kita. Tidak sempurna diri kita jika tidak ada nafsu. Ini yang disebut musuh dalam diri. Sebagian diri kita memusuhi kita. Ia adalah jizm al-latif tubuh yang halus yang tidak dapat dilihat dengan mata kepala, hanya dapat dirasa oleh mata otak (akal) atau mata hati. Oleh itu tidak dapat kita buang. Sekiranya dibuang kita pasti mati.
Siapa sanggup melawan hawa nafsu, maka Allah akan tunjukkan satu jalan hingga diberi kemenangan, diberi bantuan dan tertuju ke jalan yang benar. Inilah rahasia untuk mendapat pembelaan dari Allah. Hidup ini adalah perjuangan melawan hawa nafsu (syaitan). Kadangkala kita menang dan kadangkala kita kalah melawan hawa nafsu syetan kita.
ABU HAMID IMAM AL- GHAZALI MENYEBUT ADA TIGA BENTUK PERLAWANAN MANUSIA TERHADAP HAWA NAFSU, YAITU:
- Nafs al-Muthmainnah (nafsu yang tenang), yaitu: Ketika iman menang melawan hawa nafsu, sehingga perbuatan manusia tersebut lebih banyak yang baik daripada yang buruk. Dengan kata lain mereka yang mampu menguasai terhadap hawa nafsunya.
Nafs al-Lawwamah (nafsu yang gelisah dan menyesali dirinya sendiri), yaitu: Ketika iman kadangkala menang dan kadangkala kalah melawan hawa nafsu, sehingga manusia tersebut perbuatan baiknya relatif seimbang dengan perbuatan buruknya. Mereka yang sentiasa dalam bertarik tali melawan hawa nafsu. Adakalanya dia menang dan ada kalanya kalah. inilah orang yang sedang berjuang (mujahadah). Mereka ini menunaikan apa yang diperintahkan oleh Nabi Muhammad melalui sabdanya yang bermaksud: ”Berjuanglah kamu melawan hawa nafsumu sebagaimana kamu berjuang melawan musuh-musuhmu.”
Nafs al-Ammaarah al-Suu’ (nafsu yang mengajak kepada keburukan), yaitu: Ketika iman kalah dibandingkan dengan hawa nafsu, sehingga manusia tersebut lebih banyak berbuat yang buruk daripada yang baik. Mereka inilah yang hawa nafsu sepenuhnya telah dikuasai dan tidak dapat melawannya sama sekali.
ENAM SUMBER DALAM JIWA MANUSIA
Untuk mengenal posisi hawa nafsu dalam jiwa dan perannya dalam kehidupan manusia, Allah SWT telah meletakkan beberapa sumber gerak dan kesadaran manusia. Semua gerak-aktif ataupun reaktif, kesadaran manusia bermuara dari sumber-sumber ini, ada enam sumber penting yang terutamanya adalah hawa nafsu, yaitu: - Fithrah, yang telah dilengkapi oleh Allah dengan kecenderungan, keinginan (hasrat) dan gaya tarik menuju dan mengenal-Nya dalam rangka meraih keutamaan-keutamaan seperti akhlak, kesetiaan, ‘iffah (harga diri), belas kasih sayang dan kebaikan.
- ‘Aql, adalah titik pembeda manusia.
- Iradah, adalah pusat keputusan yang menjamin kebebasan manusia (dalam mengambil keputusan) dan memerdekakannya.
- Dhamir, berfungsi sebagai hakim dalam jiwa yang bertugas mengadili, mengecam dan melakukan penekanan terhadap manusia demi menyeimbangkan segala perilakunya(baik dan buruk).
- Qalb-Fuad-Shodr (Hati) Merupakan jendela lain bagi kesadaran dan pengetahuan, sebagaimana kita pahami melalui ayat-ayat Al-Quran sehingga dapat menerima atau menampung pencerahan Ilahi.
- Al-Hawa, merupakan kumpulan berbagai nafsu dan keinginan dalam jiwa manuisia yang menuntut pemenuhan secara intensif. Bila tuntutannya dipenuhi, ia dapat memberi manusia kenikmatan tersendiri.
HAWA NAFSU: MENGUASAI ATAU DIKUASAI?
“Jika kita menguasai diri, kita akan menguasai dunia,” demikian kata-kata para ilmuwan.
Dalam Shahihain disebutkan, bahwasanya Rasul SAW bersabda “Surga itu dikelilingi dengan hal-hal yg dibenci, adapun neraka dikelilingi dengan berbagai syahwat.”
Imam Shâdiq radiyallahu ‘anhu juga berkata: “Janganlah kalian biarkan jiwa bersanding bersama hawa nafsu. Karena, hawa nafsu pasti (membawa) kehinaan bagi jiwamu.” Tetapi masalahnya adalah bagaimana jika kita gagal menguasai nafsu kita sendiri? Sudah pastilah kita pula yang akan dikuasainya. Jika demikian amat buruk akibatnya lantaran nafsu itu adalah ‘hamba’ yang baik tetapi ‘tuan’ yang sangat jahat. Sesungguhnya orang yang sukses adalah orang yang gigih mencari kebaikan dunia tetapi selamat daripada tipuannya. Seperti dalam surah Al-An’am ayat 32 Allah berfirman:
وَمَاالْحَيَوةُ الدُّنْيَا إِلاَّ لَعِبٌ وَّلَهْوٌ وََلَدَّارُ اْلأَخِرَةُ خَيْرٌ لِّلَّذِيْنَ يَتَّقُوْنَ أَفَلاَ تَعْقِلُوْنَ
“Dan Tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka[10],dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?”. Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu, dalam ucapannya yang popular: “Dulunya kita adalah kaum yang paling hina, kemudian Allah SWT memuliakan kita dengan agama Islam, maka kalau kita mencari kemuliaan dengan selain agama Islam ini, pasti Allah SWT akan menjadikan kita lebih hina dan rendah tidak ada nilai. (Riwayat Al-Hakim dalam Al-Mustadrak).
Dalam surah Yunus ayat 58 Allah berfirman:
قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَالِكَ فَلْيَفْرَحُوْا هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُوْنَ
Katakanlah: “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira(karunia Allah dan rahmat itu), adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.
Karunia Allah dalam ayat ini mayoritas para ulama menafsirkan dengan keimanan kepada-Nya, adapun rahmat Allah ditafsirkan dengan Alquran[11]. Ibnu al-Qayyim dalam soal keutamaan melawan hawa nafsu mengatakan “Sesungguhnya melawan hawa nafsu bagi seorang hamba melahirkan suatu kekuatan di badan hati dan lisannya.” Sementara sebagian ulama salaf berkata “Orang yg bisa mengalahkan nafsunya lebih kuat daripada orang yg menaklukkan sebuah kota dengan seorang diri.”
Dalam hadits yang shahih rasul bernah bersabda :“Tidaklah orang yang kuat itu yang menang dalam beradu fisik (seperti berkelahi/bergaduh), tetapi orang yang kuat adalah mereka yang dapat menguasai hawa nafsunya ketika ia marah”.
Di dalam sebuah riwayat, Rasulullah berkata: “Seorang Mujahid (orang yang berperang) adalah orang yang memerangi dirinya sendiri”, Peperangan dengan diri yang dimaksudkan adalah peperangan menentang hawa nafsu. Berkata Said Hawa di dalam Al-Asas Fi at-Tafsir, bahwa pada dasarnya melawan nafsu bermaksud menundukkan nafsu supaya mengikut kehendak Allah dalam setiap perbuatan. Jalan terbaik melawannya dengan bermujahadah, adapun cara paling mudah untuk bermujahadah dengan menitik-beratkan ibadah-ibadah wajib setiap hari, karena mujahadah adalah jembatan takwa. PRINSIP ASAS MELAWAN HAWA NAFSU
- Menahan atau menyekat sumber kekuatannya
- Membebankan nafsu itu dengan ibadah, berbuat ibadah semata-mata mengharapkan ridho-Nya, dengan memperbanyak amalan sholih untuk mensucikan diri kita.
- Berdoa meminta bantuan Allah untuk mengalahkannya.
Semoga Allah menjauhkan diri kita dari kesalahan, kealpaan dan cinta kepada hawa nafsu. Semoga Ia menjadikan kita di antara orang-orang yang takut dan bertakwa kepada-Nya.
Ingatlah, bahwa nafsu itu bukan untuk dihapus tetapi untuk diurus. Terserah kepada kita untuk mengawalnya atau dikawal olehnya. Sama-sama kita bermujahadah dalam mengawal nafsu. Insya Allah.
Hawa Nafsu Dan Kesamaran jalan
TIDAK DIKHUATIRKAN ATAS KAMU SAMARNYA JALAN YANG KAMU TEMPUHI, TETAPI YANG DIKHUATIRKAN ADALAH KEMENANGAN HAWA NAFSU ATAS KAMU.
Orang yang mendapat keinsafan untuk kembali kepada Allah s.w.t selalunya menghadapi kebingungan dalam memilih jalan menuju Allah s.w.t. Kebingungan dan kekeliruan akan bertambah jika seseorang itu cenderung untuk memasuki aliran tarekat
Percanggahan pendapat ulama dalam masyarakat membuatnya tidak dapat memutuskan siapakah yang benar. Satu pihak mendabik dada mengatakan bahawa mereka yang benar, dan pihak lain adalah salah. Mereka adalah ahli sunah sementara pihak lain adalah ahli bidaah. Menurut mereka, ilmu mereka yang Islamik, sementara ilmu pihak lain adalah sesat.
Tarekat merekalah yang sampai kepada Rasulullah s.a.w sementara tarekat orang lain putus di tengah jalan. Jadi, siapakah yang berada di atas jalan yang benar lagi lurus? Jalan manakah yang mahu diikuti? Keadaan yang demikian membuat orang yang baharu untuk memilih jalan mengalami kebingungan dan kekeliruan.
Bagi mengelakkan kebingungan dan kekeliruan tersebut dan mencari penyelesaiannya, Kalam Hikmat 117 di atas menarik perhatian kepada persoalan pokok. Jangan terlalu khuatir tentang jalan mana yang mahu dipilih dan guru mana mahu diikuti.
Apa yang penting adalah berwaspada agar diri kita tidak ditawan oleh nafsu. Sekiranya hawa nafsu menawan kita nescaya kita akan sesat walau jalan mana yang kita lalui dan guru mana kita ikuti. Hawa nafsu menyekat cahaya petunjuk dari masuk ke dalam hati. Bila hati dilengkungi oleh tembuk hawa nafsu tidak ada guru yang boleh memasukkan ilmu ke dalam dada kita dan tidak ada jalan yang dapat menetapkan langkah kita.
Dengan ini, seelok-eloknya perhatian mesti diberi kepada latihan mengawal hawa nafsu. Bila hawa nafsu sudah terkawal, insya-Allah jalan kebenaran akan terbuka kepada kita. Sekiranya kita sedang mengikuti jalan yang salah, diheret oleh guru yang sesat, tetapi hawa nafsu tidak menawan kita, kita akan mudah menerima kebenaran bila ia datang.
Dan, kita tidak keberatan untuk meninggalkan jalan yang salah dan guru yang sesat itu untuk mengikuti jalan yang lurus dan guru yang benar. Apa yang penting adalah maksud dan tujuan hendaklah betul. Tetapkan yang Allah s.w.t sahaja yang menjadi maksud dan tujuan. Jika belajar ilmu agama janganlah kerana bertujuan mahu menjadi guru yang dikagumi.
Jika beramal ibadat jangan pula kekeramatan yang dituntut. Tetapkan haluan menuju Allah s.w.t. Jika kita berpegang dengan prinsip demikian mudahlah kita mencari guru yang benar dan jalan yang lurus. Guru mana pun boleh diikuti asalkan dia mengajar ilmu yang dari al-Quran dan as-Sunah, berpandu kepada perjalanan khalifah ar-rasyidin dan guru itu sendiri beramal mengikut ilmu tersebut. Tarekat yang mana pun boleh diikuti asalkan ia berada dalam sempadan al-Quran dan as-Sunah, jangan mengadakan bidaah. Pada sepanjang masa bukakan hati untuk menerima taufik dan hidayat dari Allah s.w.t.
Seharusnya tidak terjadi kekeliruan dalam memilih jalan kerana Islam sudah cukup lengkap, nyata dan tidak ada samar-samar. Tarekat Islam adalah zahir sibuk dengan syariat dan batin memperteguhkan iman. Hati bersandar kepada Allah s.w.t dan mata hati memerhatikan Rububiyah dalam segala perkara dan pada setiap ketika. Jangan bersandar kepada amal dan ilmu. Perhatikan firman-firman-Nya:
Dan orang-orang Yahudi berkata: “Uzair ialah anak Allah”. Dan orang-orang Nasrani berkata: “ Al-Masih ialah anak Allah”. ( Ayat 30 : Surah at-Taubah )
Mereka menjadikan pendeta-pendeta dan ahli-ahli agama mereka sebagai pendidik-pendidik selain dari Allah. ( Ayat 31 : Surah at-Taubah )
Bahkan mereka adalah menyembah jin syaitan. ( Ayat 41 : Surah Saba’ )
Nampakkah (wahai Muhammad) keburukan keadaan orang yang menjadikan hawa nafsunya: tuhan yang dipuja lagi ditaati? ( Ayat 43 : Surah al-Furqaan )
Katakanlah (wahai Muhammad): “Jika bapa-bapa kamu, dan anak-anak kamu, dan saudara-saudara kamu, dan isteri-isteri (atau suami-suami) kamu, dan kaum keluarga kamu, harta benda yang kamu usahakan, dan perniagaan yang kamu bimbang akan merosot, dan tempat tinggal yang kamu sukai, - (jika semuanya itu) menjadi perkara-perkara yang kamu cintai lebih daripada Allah dan Rasul-Nya dan (daripada) berjihad untuk agama-Nya, maka tunggulah sehingga Allah mendatangkan keputusan-Nya (azab seksa-Nya); kerana Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasiq (derhaka)”. ( Ayat 24 : Surah at-Taubah )
Allah s.w.t telah menunjukkan jalan yang jelas. Syirik juga telah diperjelaskan. Seharusnya tidak terjadi kebingungan dalam mengatur langkah menuju Allah s.w.t. Jalan yang terang benderang itu akan menjadi samar sekiranya hawa nafsu menguasai hati. Oleh itu peliharalah hati kita agar kita tidak menjadi hamba kepada hawa nafsu yang akan membinasakan kita.
Ditulis dalam kitab Sirrul Asrar Syeikh Abdul Qadir al- Jilani, bab ke dua puluh empat dalam menyatakan khatimah. Dinyatakan oleh Syeikh akan pembahagian maqamat-maqamat, tingkatan nafs, jenis jalan, 'alam bagi maqamat, tempat bagi zikir, warid-warid, warna cahaya bagi maqamat.
Saya hanya ingin menarik perhatian pembaca kepada 'warna cahaya bagi maqamat' dibandingkan dengan sifat nafs sahaja InsyaAllah :
i. Ammarah = cahaya biru
ii. Lawwamah = cahaya merah
iii. Mulhamah = cahaya hijau
iv. Mutmainnah = cahaya putih
v. Radhiah = cahaya kuning
vi. Mardiah = cahaya hitam
vii. Safiah = cahaya merah jambu
viii Kamilah = cahaya tidak ianya cahaya |
Sirrul Asrar Syeikh Abdul Qadir al-Jilani |
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق